Rabu, 12 Oktober 2016

Pengertian Belajar beserta Teori-Teori Alirannya

PENGERTIAN BELAJAR BESERTA TEORI-TEORI ALIRANNYA


PEMBAHASAN
A.    Pengertian Belajar Menurut Beberapa Pakar
Masalah pengertian belajar ini, para ahli psikologi pendidikan mengemukakan rumusan yang berlainan sesuai dengan bidang keahlian mereka masing-masing.Tentu saja mereka mempunyai alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Berikut ini merupakan pendapat para pakar, sebagai berikut:
1.      James O. Whittaker, misalnya, merumuskan belajar sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.
2.      Cronbach , berpendapat bahwa belajar sebagai suatu aktivitas yang ditunjukkan oleh perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman
3.      Howard L. Kingskey, mengatakan bahwa belajar adalah proses dimana tingkah laku (dalam arti luas) ditimbulkan atau diubah melalui praktek atau latihan.
4.      Drs. Slameto juga merumuskan pengertian tentang belajar. Menurutnya belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.
Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengertian belajar yang dikemukakan diatas dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur, yaitu jiwa dan raga. Gerak raga yang ditunjukkan harus sejalan dengan proses jiwa untuk mendapatkan perubahan. [1]



B.     Teori Belajar Aliran Humanistik
Perhatian psikologi humanistis  yang uatama  tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri.Menurut pakar aliran humanistic penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa.
Tujuan utama pendidik ialah membantu siswa mengembangkan dirinya,yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantunya dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada pada diri mereka.[2]
Dari keempat teori belajar,teori  humanistik inilah yang paling abstrak,yang paling mendekati dunia filsafat dari pada dunia pendidikan.Meskipun teori ini sangat menekankan pentingnya isi dari proses belajar,dalam kenyataan teori ini lebih banyak berbicara tentang pendidikan dan proses belajar dalam bentuknya yang paling ideal.Dengan kata lain,teori ini lebih tertarik padaide belajar dalam bentuknya yang paling ideal dari pada belajar seperti apa adanya,seperti yang biasa kita amati dalam dunia keseharian.Wajar  jika teori ini bersifat elektrik.Teori apapun dapat dimanfaatkan asal tujuan untuk “memanusiakan manusia”(mencapai aktualisasi diri dan sebagainya itu) dapat tercapai.
Berikut tokoh- tokoh humanistik ynag menonjol masing-masing pendapatnya akan dibahas berikut ini.
1.      Bloom dan kwarthwohl
Dalam hal ini Bloom dan kwarthwohl menunjukkan apa yang mungkin dikuasai(dipelajari) oleh siswa,yang tercakup dalam tiga kawasan berikut.
a)      Kognitif
mencakup pengetahuan,pemahaman,aplikasi,analisis,sintesis,dan evaluasi.
b)      Psikomotorik
mencakup Peniruan,penggunaan,ketepatan,perangkaian, dan naturalisasi.
c)      Afektif
Mencakuppengenalan,merespon,penghargaan,pengorganisasian, dan pengalaman.
Taksonomi Bloom ini berhasil member inspirasi kepada banyak pakar lain untuk mengembangkan teori-teori  belajar dan pembelajaran.Dalam tingkatan yang lebih praktis, taksonomi ini telah banyak dalam bahasa yang mudah dipahami,operasional,serta dapat dikukur.
2.      Kolb
Kolb membagi tahapan belajar menjadi empat tahap,yaitu:
a)      Pengalaman konkret,pada proses belajar tahap ini,seorang siswa hanya mampu sekedar ikut mengalami suatu kejadian.Dia belum mempunyai kesadaran tentang hakikat kejadian tersebut.Dia pun belum mengerti bagaimana dan mengapa suatu kejadian harus terjadi seperti itu.Inilah yang terjadi pertama pada proses belajar.
b)      Pengamatan aktif dan reflektif, pada tahap ini siswa tersebut lambat laun mampu mengadakan observasi aktif terhadap kejadian itu,serta mulai berusaha memikirkan dan memahaminya.Inilah yang kurang lebih terjadi pada tahap pengamatan aktif an reflektif.
c)      Konseptualisasi, siswa mulai belajar untuk membuat abstraksi atau teori tentang suatu hal yang pernah diamatinya. Pada tahap ini,diharapkan siswa sudah mampu untuk membuat aturan-aturan umum (generalisai) dari berbagai contoh kejadian yang meskipun tampak berbeda-beda,tetapi memiliki landasan aturan yang sama.
d)     Eksperimentasi aktif,siswa sudah mampu mengaplikasikan suatu aturan umum ke situasi yang baru.Dalam dunia matematika misalanya,siswa tidak hanya memahami asal usul sebuah rumus tersebut untuk memecahkan suatu maslah yang belum pernah ia ditemui sebelumnya.
Menurut Kolb siklus belajar semacam itu terjadi secara berkesinambungan dan berlangsung di luar kesadaran siswa.Dengan kata lain,meskipun dalam teorinya kita mampu menbuat garis tegas antara tahap satu dengan  tahap yang alin,namun dalam praktek peralihan dari satu tahap ke tahap lainnya itu seringkali terjadi begitu saja,sulit kita tentukan kapan beralihnya.
3.      Honey dan Mufrord
Berdasarkan teori kolb,Honey dan Murford membuat penggolongan siswa.Menurut mereka ada empat macam atau tipe siswa,yakni: aktivis,reflector,teoris,dan pragmatis.
Ciri siswa yang bersifat aktivis adalah mereka yang suka melibaatkan diri pada pengalaman-pengalaman baru.Mereka cenderung berpikiran terbuka dan mudah diajak berdialog.Namun,siswa semacam ini biasanya kurang skeptic terhadap sesuatu.Ini kadangkala identik dengan sifat mudah percaya.Dalam proses belajar,mereka menyukai metode yang mampu mendorong seseorang menemukan hal-hal baru,misalnya brainstorming atau program solving.Akan tetapi,mereka cepat merasa bosan dengan hal-hal yang memerlukan waktu lama dalam implementasi.
Untuk siswa yang bersifat reflector,sebaliknya cenderung sangat hati-hati mengambil langkah.Dalam proses pengambilan keputusan,siswa jenis ini cenderung konservatif,dalam arti mereka lebih suka menimbang nimbang secara cermat,baik buruk suatu keputusan.
Sedangkan siswa yang bertipe teoris biasanya sangat kritis,senang menganalisis,dan tidak menyukai pendapat atau penilaian yang bersifat subjektif.Bagi mereka berpikir secara rasional adalah suatu yang sangat penting.Mereka biasanya juga sangat skeptis dan tidak menyukai hal-hal yang bersifat spekulatif.
Untuk siswa yang bersifat pragmatis biasanya menaruh perhatian besar pada aspek-aspek praktis dari segala hal.Teori memang penting,kata mereka.Namun,apabila teori bisa dipraktikkan,untuk apa? Kebanyakan siswa dengan tipe ini tidak suka berlaut-larutdalam memabahas aspek teoritis filosofis dari sesuatu.Bagi mereka,sesuatu dikatakan ada gunanya dan baik hanya jika bisa dipraktikkan.
4.      Habermas
Alieran psikologi lain adalah hibermas yang dalam pandangannya bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh interaksi,baik dengan lingkungan maupun dengan sesame manusia.Dengan asumsi ini,Habermas mengelompokkan tipe belajar menjadi tiga bagian,yaitu:
a)         Belajar teknis (technical Learning)
b)         Belajar praktis (Practical Learning)
c)         Belajar emansipatoris (emancipatory learning).
Dalam belajar teknis,siswa belajar bagaimana berinteraksi dengan alamsekellingnya.Mereka berusaha menguasai dan mengelola alam dengan cara mempelajari keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk itu.
Dalam belajar praktis,siswa juga belajar berinteraksi,tetapi pada tahap ini yang lebih dipentingkan adalah interaksi antara dia dan orang-orang di sekelilingnya.Pada tahap ini,pemahaman siswa terhadap alam tidak berhenti sebagai suatu pemahaman yang kering dan terlepas kaitannya dengan manusia.Akan tetapi,pemahaman terhadap alam itu justru relevan jika dan hanya jika berkaitan dengan kepentingan manusia.
Sedangkan dalam belajar emansipatoris,siswa berusaha mencapai pemahaman dan kesadaran yang sebaik mungkin tentang perubahan (transformasi) cultural dari suatu lingkungan.Bagi Habermas,pemahaman dan kesadaran terhadap transformasi cultural ini dianggap tahap belajar yang paling tinggi,sebab transformasi cultural inilah yang dianggap sebagai tujuan pendidikan yang paling tinggi.[3]


5.      Comb
Comb dan kawan-kawan menyatakan bahwa apabila kita ingin memahami perilaku orang kita harus mencoba memahami dunia persepsi orang itu.Apabila ingin mengubah keyakinan atau pandangan orang itu,perilaku dalamlah yang membedakan seseorang dari yang lain.Comb dan kawan-kawan selanjutnya mengatakan bahwa perilaku buruk itu sesungguhnya tak lain hanyalah dari ketidakmauan seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya.Apabila seorang guru mengeluh bahwa siswanya tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu,ini sesungguhnya berarti bahwa siswa itu tidak mempunyai motivasi untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki oleh garu itu.Apabila guru memberikan rekasi yang positif.Para ahli humanistik melihat adanya dua bagian pada learning,ialah:
a)      Pemerolehan informasi baru
b)      “Personalisasi” informasi ini pada individu.
Comb berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi bahwa sisiwa mau belajar apabila subjek matternya disususn dan disajikan sebagaimana mestinya.Padahal “arti” tidaklah menyatu pada subjek matter itu,dengan kata lain individulah yang memberikan arti tadi kepada subject matter itu.Sehingga yang penting adalah bagaimana caranya membawa siswa untuk memperoleh “arti pada pribadinya” dari subject matter itu,bagaimana siswa menghubungkan subject matter itu dengan kehidupannya.
Comb memberikan lukisan “persepsi diri” dan “persepsi dunia” seseorang seperti dua lingkaran(besar dan kecil) yang bertitik pusat satu.Lingkaran kecil adalah gambaran dari persepsi diri dan lingkaran besar adalah “persepsi dunia”.Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari “persepsi dri” makain besar pengaruhnya pada individu dan makin dekat peristiwa-peristiwa “persepsi diri” makin besar pengaruhnya terhadap perilakunya.Jadi hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan dengan diri,makin mudah hal itu terlupakan.

6.      Maslow
Teori ini didasarkan atas asumsi bahwa di dalam diri kita ada dua hal:
a)      Suatu usaha yang positif untuk berkembang.
b)      Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Pada diri masing-masing orang mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha untuk berkembang,takut untuk mengambil kesempatan,takut membahayakan apa yang sudah ia miliki dan sebagainya .Tetapi mendorong untuk maju kea rah keutuhan, keunikan diri, kearah berfungsinya semua kemampuan, keaarah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu juga ia dapat menerima diri sendiri (self).
Maslov membagi-membagi kebutuhan-kebutuhan (needs) manusia menjadi tujuh hierarki.Bila seseorang telah dapat memengaruhi kebutuhan pertama,seperti kebutuhan fisiologis,barulah dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya,ialah lebutuhan mendapat rasa aman dan seterusnya.Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslov ini mempunyai implikasi yang penting yang harus diperhatikan oleh guru pada waktu ia mengajar anak-anak.Ia mengatakan bahwa perhatian bahwa perhatian dan motivasi belajar tidak mungkin berkembang kalau kebutuhan dasar siswa belum terpenuhi.
7.      Rogers
Dalam bukunya “Freedom to Learn”,ia menunjukkan sejumlah prinsip belajar humanistic yang penting yaitu:
a)      Manusia mempunyai kemampuan untuk belajar secara alami.
b)      Belajar yang signifikan terjadi apabila subject matter dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud sendiri.
c)      Belajar yang menyangkut suatu perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya sendiri,dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya.
d)     tugas-tugas yang mengancam diri adalah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila acaman-ancaman dari luar itu semakin kecil.
e)      Apabila ancaman terhadap diri siswa rendah,pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar.
f)       Belajar yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.
g)      Belajar diperlancar bilamana siswa dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggung jawab terhadap proses belajar itu.
h)      Belajar atas inisiatif sendri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya,baik perasaan maupun intelek,merupakan cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i)        Kepercayaan terhadap diri sendiri,kemerdekaan,kreatifitas lebih mudah dicapai apabila terutama siswa dibiasakan untuk mawas diri dan mengeritik dirinya sendiru dan penilaian diri orang lain merupakan cara kedua yang penting.
j)        Belajar yang paling berguna secara social di dalam dunia modern ini adaloah belajar mengenai proses belajar,suatu keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam dirinya sendiri mengenai proses perubahan itu.[4]

C.    Teori Belajar Aliran Sibernetik
Teori belajar jenis keempat, mungkin yang paling baru dari semua teori belajar yang di kenal, adalah teori sibernetik.Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi.Menurut teori ini, belajar adalah pengolahan informasi.
Sekilas, teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kogntif yang mementingkan proses. Proses memang penting dalam teori sibernetik. Namun, yang lebih penting lagi adalah system informasi yang diproses. Informasi inilah yang akan menentukan proses.
Asumsi lain dari teori sibernetik ini adalah bahwa tidak ada satu proses belajar pun yang ideal untuk segala situasi, yang cocok untuk semua siswa. Oleh karena itu, sebuah informasi mungkin akan di pelajari seorang siswa dengan satu macam proses belajar, dan informasi yang sama itu mungkin akan di pelajari siswa lain melalui proses belajar yang berbeda.
Dalam bentuknya yang lebih praktis, teori ini misalnya telah di kembangkan oleh Landa (dalam pendekatan yang di sebut algoritmik dan heuristik), Pask dan scott (dengan pembagian siswa tipe menyeluruh atau wholist dan tipe serial atau serialist), atau pendekatan-pendekatan lain yang berorientasi pada pengolahan informasi.
1.      Landa
Landa merupakan salah seorang ahli psikologi yang beraliran sibernetik. Menurut Landa, ada dua macam proses berpikir. Pertama di sebut proses berpikir algoritmk, yaitu proses berpikir linier, konvergen, lurus menuju ke satu target tertentu. Jenis kedua adalah cara berpikir heuristic, yakni cara berpikir divergen, menuju ke beberapa target sekaligus.
Proses belajar akan berjalan dengan baik jika apa yang hendak di pelajari itu atau masalah yang hendak di pecahkan (atau dalm istilah yang lebih teknis yaitu system informasi yang hendak di pelajari) di ketahui ciri-cirinya. Satu hal lebih tepat apabila di sajikan dalam urutan teratur, linier, sekuensial, satu hal lebih tepat apabila di sajikan dalam urutan teratur, linier, sekensial, satu hal lain lebih tepat apabila di sajikan dalam bentuk “terbuka”  dan member keleluasaan siswa untuk berimajinasi dan berpikir. Misalnya agar siswa mampu memahami sebuah rumus matematika, mungkin lebih efektif  jika presentasi informasi tentang rumus ini di sajikan secara algoritmik. Alasannya adalah, sebuah rumus matematika biasanya mengikuti urutan tahap demi tahap yang sudah teratur dan mengarah ke satu target tertentu. Namun, untuk memahami makna suatu konsep yang luas dan banyak memiliki interpretasi (misalnya konsep “burung”), maka akan lebih baik jika proses berpikir siswa di bombing kea rah yang “menyebar” (heuristik), dengan harapan pemahaman mereka terhadap konsep itu tidak tunggal, monoton, dogmatis, dan linier.
2.      Past dan Scott
Ahli lain adalah yang pemikiranna beraliran sibernetik adalah Pask dan Scott. Pendekata serialis yang di usulkan oleh Pask dan scott sama dengan pendekatan algoritmik. Namun, cara berpikir menyeluruh (wholist) tidak sama dengan heuristic. Cara berpikir menyeluruh adalah berpikir yang cenderung melompat ke depan langsung ke gambaran lengkap sebuah system informasi. Ibarat melihat lukisan, bukan detail-detal yang ita amati lebih dahulu, tetapi seluruh lukisan itu sekaligus, baru sesudah itu ke bagian-bagian yang lebih kecil.
Pendekatan yang berorientasi pada pengelolaan informasi menekankan  beberapa hal seperti ingatan jangka pendek (short term memory), ingatan jangka panjang (long termmemory), dan sebagainya, yang berhubungan dengan apa yang terjadi dalam otak kita dalam proses pengolahan informasi. Kita lihat pengaruh alira Neurobiologis sangat terasa disini. Namun, menurut teori sibernetik ini, agar proses belajar berjalan seoptimal mungkin, bukan hanya cara kerja otak kita yang perlu dipahami, tetapi juga lingkungan yang memengaruhi mekanisme itu pun perlu diketahui.[5]

D.    Teori Belajar Aliran Konstruktivitif
1) Pengertian teori belajar Konstruktivitif
Teori belajar konstruktivisme ini bertitik tolak daripada teori pembelajaran Behaviorisme yang didukung oleh B.F Skinner yang mementingkan perubahan tingkah laku pada pelajar. Pembelajaran dianggap berlaku apabila terdapat perubahan tingkah laku kepada pelajar, contohnya dari tidak tahu kepada tahu. Hal ini, kemudiannya beralih kepada teori pembelajaran Kognitivisme yang diperkenalkan oleh Jean Piaget di mana ide utama pandangan ini adalah mental. Semua dalam diri individu diwakili melalui struktur mental dikenal sebagai skema yang akan menentukan bagaimana data dan informasi yang diterima, difahami oleh manusia. Jika ide tersebut sesuai dengan skema, ide ini akan diterima begitu juga sebaliknya dan seterusnya lahirlah teori pembelajaran Konstruktivisme yang merupakan pandangan terbaru di mana pengetahuan akan dibangun sendiri oleh pelajar berdasarkan pengetahuan yang ada pada mereka. Makna pengetahuan, sifat-sifat pengetahuan dan bagaimana seseorang menjadi tahu dan berpengetahuan, menjadi perhatian penting bagi aliran konstruktivisme.
Perspektif konstruktivisme mempunyai pemahaman tentang belajar yang lebih menekankan proses daripada hasil. Hasil belajar sebagai tujuan dinilai penting, tetapi proses yang melibatkan cara dan strategi dalam belajar juga dinilai penting. Dalam proses belajar, hasil belajar, cara belajar dan strategi belajar akan mempengaruhi perkembangan tata pikir dan skema berpikir seseorang. sebagai upaya memperoleh pemahaman atau pengetahuan yang bersifat subyektif.
Von Glasersfeld mengatakan bahwa konstruktivisme adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi (bentukan) kita sendiri. Pengetahuan itu dibentuk oleh struktur konsepsi seseorang sewaktu berinteraksi dengan lingkungannya.[6]
Menurut para penganut konstruktif, pengetahuan dibina secara aktif oleh seseorang yang berfikir. Seseorang tidak akan menyerap pengetahuan dengan pasif. Untuk membangun suatu pengetahuan baru, peserta didik akan menyesuaikan informasi baru atau pengalaman yang disampaikan guru dengan pengetahuan atau pengalaman yang telah dimilikinya melalui berintekrasi sosial dengan peserta didik lain atau dengan gurunya.[7]
Jadi, menurut pendapat kami Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya.

2) Konsep Teori Belajar Konstruktivisme menurut Para Ahli

a.       Teori Belajar Konstruktivisme Kognitif menurut Jean Piaget
Teori belajar konstruktivisme kognitif disumbangkan oleh Jean Piaget, yang merupakan salah seorang tokoh yang disebut-sebut sebagai pelopor konstruktivisme. Yang mengatakan bahwa pengetahuan dibangun dalam pikiran anak. Pandangan-pandangan Jean Piaget seorang psikolog kelahiran Swiss (1896-1980), percaya bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif peserta didik. Peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik, yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada siswa agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Belajar menurut teori belajar konstruktivistik bukanlah sekedar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi (membangun) yang dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna. Adapun pengetahuan yang diperoleh melalui proses mengkonstruksi pengetahuan itu oleh setiap individu akan memberikan makna mendalam atau lebih dikuasai dan lebih lama tersimpan/diingat dalam setiap individu.[8]
Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan, perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan.[9] Dari pandangan Piaget tentang tahap perkembangan kognitif anak dapat dipahami bahwa pada tahap tertentu cara maupun kemampuan anak mengkonstruksi ilmu berbeda-beda berdasarkan kematangan intelektual anak.
Proses mengkonstruksi, sebagaimana dijelaskan Jean Piaget adalah sebagai berikut:Sejak kecil anak sudah memiliki struktur kognitif yang kemudian dinamakan skema (schema). Skema terbentuk karena pengalaman. Misalnya, anak senang bermain dengan kucing dan kelinci yang sama-sama berbulu putih. Berkat keseringannya, ia dapat menangkap perbedaan keduanya, yaitu bahwa kucing berkaki empat dan kelinci berkaki dua. Pada akhirnya, berkat pengalaman itulah dalam struktur kognitif anak terbentuk skema tentang binatang berkaki empat dan binatang berkaki dua. Semakin dewasa anak, maka semakin sempurnalah skema yang dimilikinya. Proses penyempurnaan skema dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi adalah pemaduan data baru dengan struktur kognitif yang ada. Atau proses kognitif di mana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya. Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada. Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan perubahan/pergantian skema melainkan perkembangan skema. Asimilasi adalah salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri dengan lingkungan baru.[10]
Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif terhadap situasi baru. Dalam perjumpaan individu dengan lingkungan, akomodasi menyertai asimilasi. Terkadang, ketika dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru, seseorang tidak dapat mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skema yang telah dipunyai. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Bagi Piaget adaptasi merupakan suatu kesetimbangan antara asimilasi dan akomodasi. Bila dalam proses asimilasi seseorang tidak dapat mengadakan adaptasi terhadap lingkungannya maka terjadilah ketidaksetimbangan (disequilibrium). Akibat ketidaksetimbangan itu maka tercapailah akomodasi dan struktur kognitif yang ada yang akan mengalami atau munculnya struktur yang baru. Pertumbuhan intelektual ini merupakan proses terus menerus tentang keadaan ketidaksetimbangan dan keadaan setimbang (disequilibrium-equilibrium).[11]Sebagai Contoh, seorang anak yang merasa sakit karena terpercik api. Berdasarkan pengalamannya terbentuk skema kognitif pada diri anak tentang ”api”, bahwa api adalah sesuatu yang membahayakan oleh karena itu harus dihindari. Dengan demikian ketika ia melihat api, secara refleks ia akan menghindar. Semakin dewasa, pengalaman anak tentang api bertambah pula. Ketika anak melihat ibunya memasak dengan menggunakan api, atau ketika ayahnya merokok; maka skema kognitif tersebut akan disempurnakan, bahwa api tidak harus dihindari akan tetapi dimanfaatkan. Ketika anak melihat banyak pabrik atau industri memerlukan api, kendaraan memerlukan api, maka skema kognitif anak semakin berkembang/sempurna menjadi api sangat dibutuhkan untuk kehidupan manusia.
Hal yang paling mendasar dari penemuan Piaget ini adalah belajar pada siswa tidak harus terjadi hanya karena seorang guru mengajarkan sesuatu padanya, Piaget percaya bahwa belajar terjadi karena siswa memang mengkonstruksi pengetahuan secara aktif darinya, dan ini diperkuat bila siswa mempunyai kontrol dan pilihan tentang hal yang dipelajari. Hal ini tidaklah meniadakan faktor guru dalam proses pembelajaran, justru sebaliknya lah yang terjadi. Pengajaran oleh guru yang mengajak siswa untuk bereksplorasi, melakukan manipulasi, baik dalam bentuk fisik atau secara simbolik, bertanya dan mencari jawaban, membandingkan jawaban dari siswa lain akan lebih membantu siswa dalam belajar dan memahami sesuatu.

2. Teori Belajar Konstruktivisme Sosial menurut Lev Vygotsky
Secara umum, pendekatan konstruktivisme sosial menekankan pada konteks sosial dari pembelajaran dan bahwa pengetahuan itu dibangun dan dikontruksi secara bersama (mutual). Keterlibatan dengan orang lain membuka kesempatan bagi murid untuk mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman mereka saat mereka bertemu dengan pemikiran orang lain dan saat mereka berpartisipasi dalam pencarian pemahaman bersama. Dengan cara ini, pengalaman dalam konteks sosial memberikan mekanisme penting untuk perkembangan pemikiran murid.
Dari Piaget ke Vygotsky ada pergeseran konseptual dari individu ke kolaborasi, interaksi sosial, dan aktivitas sosiokultural. Dalam pendekatan konstruktivisme Piaget, murid mengkonstruksi pengetahuan dengan menstransformasikan, mengorganisasikan, dan mengorganisasi pengetahuan sebelumnya. Konstruktivisme Vygotsky menekankan bahwa murid mengkonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial dengan orang lain. Isi dari pengetahuan ini dipengaruhi oleh kultur di mana murid tinggal, yang mencakup bahasa, keyakinan, dan keahlian/ketrampilan. Maka bagi Vygotsky, ada dua prinsip penting berkenaan dengan teori konstruktivisme sosialnya, yaitu:
a)      Mengenai fungsi dan pentingnya bahasa dalam komunikasi sosial yang dimulai proses pencanderaan terhadap tanda (sign) sampai kepada tukar menukar informasi dan pengetahuan,
b)      Zona of proximal development. Pendidik sebagai mediator memiliki peran mendorong dan menjembatani siswa dalam upayanya membangun pengetahuan, pengertian dan kompetensi.

Konstruktivisme Vygoskian memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi secara kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap individu. Proses dalam kognisi diarahkan memulai adaptasi intelektual dalam konteks sosial budaya. Proses penyesuaian itu equivalent dengan pengkonstruksian pengetahuan secara intra individual yakni melalui proses regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para konstruktivis Vygotskian lebih menekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan antar individual. [12]
Salah satu prinsip kunci yang diturunkan teori Konstruktivisme sosial adalah penekanan pada hakikat sosial dari pembelajaran. Vygotsky mengemukakan bahwa siswa belajar melalui interaksi dengan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu. Berdasarkan teori ini dikembangkanlah pembelajaran kooperatif, yaitu siswa lebih mudah menemukan dan memahami konsep-konsep yang sulit jika mereka saling mendiskusikan masalah tersebut dengan temannya.[13]
Selain itu, Vygotsky mengemukakan tiga kategori pencapaian siswa dalam upayanya memecahkan permasalahan, yaitu (1) Siswa mencapai keberhasilan dengan baik, (2) Siswa mencapai keberhasilan dengan bantuan, (3) Siswa gagal meraih keberhasilan. Jika siswa tidak mampu memecahkan masalahnya, maka guru/pendidik harus menggunakan scaffolding. Scaffolding, berarti memberikan kepada seorang individu sejumlah besar bantuan selama tahap-tahap awal pembelajaran dan kemudian mengurangi bantuan tersebut dan memberikan kesempatan kepada anak tersebut mengambil alih tanggung jawab yang semakin besar segera setelah mampu mengerjakan sendiri. Bantuan yang diberikan pembelajar dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah ke dalam bentuk lain yang memungkinkan siswa dapat mandiri.
Sumbangan penting teori Vygotsky adalah penekanan pada hakikat pembelajaran sosiakultural. Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori Vygotsky, fungsi kognitif manusia berasal dari interaksi sosial masing-masing individu dalam konteks budaya.
Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara sosial dalam dialog dan aktif dalam percobaan-percobaan dan pengalaman. Pembentukan makna adalah dialog antar pribadi dalam hal ini pembelajar tidak hanya memerlukan akses pengalaman fisik tetapi juga interaksi dengan pengalaman yang dimiliki oleh individu lain. Karena menurut teori ini bahwa belajar bagi anak dilakukan dalam interaksi dengan lingkungan sosial maupun fisik. Penemuan atau discovery dalam belajar lebih mudah diperoleh dalam konteks sosial budaya seseorang. Dalam penjelasan lain, mengatakan bahwa inti konstruktivis Vigotsky adalah interaksi antara aspek internal dan ekternal yang penekanannya pada lingkungan sosial dalam belajar.

3)      Hakikat Pembelajaran menurut Teori Belajar Konstruktivisme

Dalam hal ini, hakikat pembelajaran menurut teori Konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk melakukan proses aktif membangun konsep baru, pengertian baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data. Oleh karena itu, proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamannya menjadi pengetahuan yang bermakna. Jadi, dalam konstruktivisme ini sangat penting peran siswa untuk membangun constructive habits of mind. Agar siswa memiliki kebiasaan berpikir, maka dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar. Teori belajar yang mencerminkan siswa memiliki kebebasan artinya siswa dapat memanfaatkan teknik belajar apa pun asal tujuan belajar dapat tercapai.[14]Ada beberapa ciri-ciri dalam pembelajaran model konstruktivisme, yaitu:
1.      Mencari tahu dan menghargai titik pandang/pendapat siswa
2.      Pembelajaran dilakukan atas dasar pengetahuan awal siswa
3.      Memunculkan masalah yang relevan dengan siswa
4.      Menyusun pembelajaran yang menantang dugaan siswa
5.      Menilai hasil pembelajaran dalam konteks pembelajaran sehari-hari
6.      Siswa lebih aktif dalam proses belajar karena fokus belajar mereka pada proses pengintegrasian pengetahuan baru yang diperoleh dengan pengalaman/pengetahuan lama yang mereka miliki
7.      Setiap pandangan sangat dihargai dan diperlukan. Siswa didorong untuk menemukan berbagai kemungkinan dan mensintesiskan secara terintegrasi
8.      Proses belajar harus mendorong adanya kerjasama, tapi bukan untuk bersaing. Proses belajar melalui kerjasama memungkinkan siswa untuk mengingat pelajaran lebih lama
9.      Kontrol kecepatan, dan fokus pembelajaran ada pada siswa
10.  Pendekatan konstruktivis memberikan pengalaman belajar yang tidak terlepas dengan apa yang dialami langsung oleh siswa

Selanjutnya ada empat komponen dalam pembelajaran konstruktivisme, yaitu:
1.      Pengetahuan Awal (Prerequisite),
2.      Fakta Dan Masalah,
3.      Sistematika Berfikir,
4.      Kemauan Dan Keberanian.

E.     Aplikasi Teori Dalam Pembelajaran
1)      Teori Humanistik
Bentuk aplikasi humanisme dalam pembelajaran berisi bagai mana cara berupaya menggabungkan keterampilan dan informasi kognitif, dengan segi-segi efektif, nilai-nilai dan prilaku antar pribadi. Sehubungan dengan itu dibawah ini akan diterangkan beberapa program dalam aplikasi humanisme dalam pembelajaran.
a.       Confluent Education Cooperative Learning
Confluent Education Cooperative Learning adalah pendidikan yang memadukan atau mempertemukan pengalaman-pengalaman afektif dengan belajar kognitif di dalam kelas. Hal ini merupakan cara yang bagus sekali untuk melibatkan para siswa secara pribadi di dalam bahan pelajaran.
b.      Open Education
Open Education atau proses pendidikan terbuka adalah proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada murid untuk bergerak secara bebas disekitar kelas dan memilih aktivitas belajar mereka sendiri.
c.        Cooperative Learning
Cooperative Learning atau belajar kooperatif merupakan fondasi yang baik untuk menigkatkan dorongan berprestasi siswa. Menurut Slavin Cooperative Learning mempunyai tiga karakteristik: 1) Siswa bekerja dalam tim-tim belajar yang kecil (4-6 orang anggota), komposisi ini tetap selama berminggu-minggu. 2) Siswa didorong untuk saling membantu dalam mempelajari bahan yang bersifat akademik atau dalam melakukan tugas kelompok. 3) Siswa diberi imbalan atau hadiah atas dasar prestasi kelompok.
d.       Independent Learning
Independent Learning atau pembelajaran mandiri adalah proses belajar yang menuntut murid menjadi subyek yang dapat merancang, mengatur, menontrol kegiatan mereka sendiri secara bertanggung jawab. Proses ini tidak bergantung pada subyek maupun metode instruksional, melainkan kepada siapa yang belajar yaitu murid, mencakup siapa yang memutuskan tentang apa yang akan dipelajari siapa yang harus mempelajari suatu hal.

Kami mencontohkan pada pembelajaran kurikulum 2013. Disini siswa lebih berperan aktif dalam pembelajaran biasa diistilahkan dengan student center, siswa yang mencari tahu dan memaparkan apa yang dia tahu dari sebuah materi ataupun problem solving dalam KBM. Namun, bukan berarti guru membiarkan siswanya sendiri akan tetapi guru berperan sebagai pendamping yang nantinya meluruskan permasalahan pada pemikiran siswanya.

2)      Teori Sibernetik
Sekilas, teori ini mempunyai kesamaan dengan teori kogntif yang mementingkan proses. Proses memang penting dalam teori sibernetik. Namun, yang lebih penting lagi adalah system informasi yang diproses. Informasi inilah yang akan menentukan proses.
Dalam bentuknya yang lebih praktis, teori ini misalnya telah di kembangkan oleh Landa (dalam pendekatan yang disebut algoritmik dan heuristik), Pask dan scott (dengan pembagian siswa tipe menyeluruh atau wholist dan tipe serial atau serialist), atau pendekatan-pendekatan lain yang berorientasi pada pengolahan informasi.[15]Pendekatan heuristik di sini artinya “menyebar” maksudnya dalam memahami suatu konsep yang diharapkan tidak monoton. Contohnya: Konsep tentang puasa di sini siswa diharapkan memberi tanggapan dari berbagai sudut pandang pemikirannya masing, bukan hanya mendefinisikan puasa itu hanya menahan lapar dan haus saja.
Sedangkan pendekatan wholist artinya “menyeluruh” maksudnya pemikiran yang cenderung langsung pada gambaran lengkap suatu informasi. Contohnya: Pembelajaran tentang sholat yang pada umumnya ditujukan untuk memenuhi kewajiban seorang muslim, padahal di balik sholat banyak memiliki hikmah tersendiri seperti melatih kedisiplinan, menyehatkan dalam setiap gerakan sholat, menentramkan jiwa, dan lain-lain.
3)      Teori Konstruktivitif
Teori ini memaparkan bahwa siswa mendapatkan ilmu karena adanya pengetahuan yang telah terkonstruk dalam otaknya. Di sini siswa bukan hanya memusatkan sumber belajarnya pada guru (teacher center), namun siswa dapat mencari berbagai sumber yang lain untuk mendukung pemahaman secara maksimal, walaupun lingkungan, teman, keluarga juga  ikut andil dalam membangun pemikiran siswa.
Kami mencontohkan teori ini dalam Pembelajaran Baca Kitab Kuning. Dalam belajar membaca kitab kita tidak bisa terpaku pada pengajaran guru yang hanya sebentar, namun kita harus pandai-pandai menyiasatinya dengan tekun belajar kepada teman sebaya ataupun tekun membaca dan memaknainya. Dengan terkonstruksinya pemahaman awal tentang konsep dasarnya maka kita akan jauh lebih mudah untuk mempelajarinya. Lebih menekankan pada Student Center.


PENUTUP
Kesimpulan
1)      Pengertian Belajar menurut para pakar
Dari beberapa pendapat para ahli tentang pengertian belajar yang dikemukakan diatas dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan dua unsur, yaitu jiwa dan raga.
2)      Teori Belajar menurut Aliran Humanistik
Masalah yang utama lebih tertuju pada masalah bagaimana tiap-tiap individu dipengaruhi dan dibimbing oleh maksud-maksud pribadi yang mereka hubungkan kepada pengalaman-pengalaman mereka sendiri.Menurut pakar aliran humanistic penyusunan dan penyajian materi pelajaran harus sesuai dengan perasaan dan perhatian siswa.
3)      Teori Belajar menurut Aliran Sibernetik
Teori belajar jenis keempat, mungkin yang paling baru dari semua teori belajar yang di kenal, adalah teori sibernetik.Teori ini berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu informasi.Menurut teori ini, belajar adalah pengolahan informasi.
4)      Teori Belajar menurut Aliran Konstruktivitif
Belajar menurut teori belajar konstruktivistik bukanlah sekedar menghafal, akan tetapi proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil ”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi (membangun) yang dilakukan setiap individu.
5)      Aplikasi Pembelajaran dari Ketiga Teori
Teori humanistik dengan berbagai pendekatan, antara lain: Confluent Education Cooperative Learning, Open Education, Cooperative Learning, dan Independent Learning. Teori Sibernetik dengan pendekatan Heuristik dan Wholist. Sedangkan Teori Konstruktivitif mengutamakan student center.



DAFTAR PUSTAKA
Djamarah, Bahri, Syaiful. 2008. psikologi belajar. Jakarta: PT.RINEKA CIPTA.
Uno, Hamzah B. 2008. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Dalyono, M. 2009. Psikologi Pendidikan.Jakarta:Rineka Cipta.
Suparno. 1997.Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
Yulaelawati, Ella. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran; Filosofi Teori dan Aplikasi. Bandung: Pakar Raya.
Bambang Riadi, Teori Belajar Konstruktivisme dari Jean Piaget, dalam http/www Teori Belajar Konstruktivisme. Diakses pada hari jum’at, 21 Nopember 2014.
Hamzah, Teori Belajar Konstruktivisme, dalam http/www. Teori Belajar Kostruktivisme. Diakses Pada hari jum’at, 21 Nopember 2014.
Gredler ,Bell, E., Margaret. 1988. Buku Petunjuk Belajar dan Membelajarkan,.Jakarta: Depdiknas.
Santrock ,W., John. 2007. Psikologi Pendidikan, Edisi Kedua. Jakarta: Kencana.
Trianto.2009.Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Profresif.Jakarta: Kencana Pranada Media Group.





[1] Drs. Syaiful Bahri Djamarah, psikologi belajar, (Jakarta: PT.RINEKA CIPTA, 2008) 12-13
[2] Drs.M.Dalyon,Psikologi Pendidikan(Jakarta:Rineka Cipta,2009),hal 43
[3] Dr.Hamzah B.Uno,M.Pd.Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran(Jakarta:PT Bumi Aksara,2008).hal 13-17
[4]Drs.M.Dalyon,Psikologi Pendidikan.hal 44-48
[5]Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran.hal 17.
[6]Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), hal. 23.
[7] Ella Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran; Filosofi Teori dan Aplikasi, (Bandung: Pakar Raya, 2004), hal. 53.
[8] Bambang Riadi, Teori Belajar Konstruktivisme dari Jean Piaget, dalam http/www Teori Belajar Konstruktivisme. Diakses pada hari jum’at, 21 Nopember 2014.
[9]Hamzah, Teori Belajar Konstruktivisme, dalam http/www. Teori Belajar Kostruktivisme. Diakses Pada hari jum’at, 21 Nopember 2014.
[10] Margaret E. Bell Gredler, Buku Petunjuk Belajar dan Membelajarkan, (Jakarta: Depdiknas, 1988), h. 257.
[11]Ibid. Hal. 259-260.
[12] John W. Santrock, Psikologi Pendidikan, Edisi Kedua, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 390.
[13] Trianto, Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Profresif, (Jakarta: Kencana Pranada Media Group, 2009), h. 112.
[14] Sukardjo & Ukim Komaruddin, Landasan Pendidikan; Konsep dan Aplikasinya, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2009), h. 55-56.
[15]Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, hal 17.

1 komentar:

  1. The best casino games from Microgaming
    › casino › casino Microgaming's online slots offer bet365 com au players the chance to 업소추천 try out their favourite Microgaming slots. All Microgaming casino 승인전화없는토토꽁머니 games come with 게임종류 a huge collection of bonuses 크롬 번역기 to choose from.

    BalasHapus